salam,
GAMBAR TEKNIK INDUSTRI
Rabu, 19 Maret 2014
Tetangga
salam,
Baca Quran
Apakah anda suka baca Quran? Jawabnya pasti suka. Apalagi mereka yang mengaku berpedoman Quran – hadits dalam beribadah ini. Membaca Quran adalah suatu kewajiban. Untuk mengerti. Sebagai obat hati. Penambah ketaqwaan. Penuntun keimanan. Walau tidak ada gambar di dalamnya, banyak yang membukanya. Walau hanya barisan huruf semata, banyak yang memelototinya. Siang - malam. Quran adalah kitab paling banyak dibaca dan dihafal di dunia ini melebihi buku atau kitab lainnya. Sayang kalau kita ketinggalan.
Berkaca dari bulan ramadhan yang lalu, seorang penasehat di malam pergantian tahun baru Hijriah iseng-iseng bertanya; ”Apakah Bapak – Ibu ada yang sudah mengkhatamkan kembali bacaan Quran 30 juz sampai sekarang? Setelah 3 bulan?” Dari puluhan hadirin di majelis ta’lim itu tak ada yang angkat tangan. “Bukan yang baca Qulhu 3 kali lho ya?” sang penasehat memberikan penjelasan. Tak satu pun. Ya, kebanyakan kita hanya suka, tapi tak melakukan apa-apa. Hanya suka saja. Setidaknya suka melihat orang baca Quran.
Beruntunglah bagi hati yang masih memiliki rasa suka itu. Sebab tidak termasuk dalam golongan yang kelima.
Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya: ”Jadikanlah dirimu orang alim (berilmu) atau orang yang menuntut ilmu atau orang yang selalu mendengar pengajaran atau orang yang senang (dengan tiga golongan yang tersebut) dan janganlah engkau menjadi golongan yang kelima, yang karenanya (benci) engkau akan binasa.” (Riwayat al-Bazzar).
Tetapi berhati-hatilah dengan rasa suka atau senang itu, salah-salah bisa jatuh kepada golongan kelima: yaitu orang yang benci Quran. Sebab banyak orang yang merasa kesusahan untuk bisa baca Quran. Banyak yang gak sabar untuk bisa baca Quran dengan tartil. Tapi teruskanlah, jangan hilangkan rasa suka itu menjadi benci.
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ} [يونس: 57]
Allah berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus:57)
Terkisah dalam Futuhat al-Makkiyah, karya Ibnu Arabi, seorang murid menemui gurunya dalam keadaan pucat pasi. “Wahai Guru, semalam aku mengkhatamkan Alquran dalam shalat malamku.”
Sang Guru tersenyum. “Bagus Nak. Nanti tolong hadirkan bayangan diriku di hadapanmu saat kau baca Alquran itu. Rasakanlah seolah-olah aku sedang menyimak apa yang engkau baca.”
Esok harinya, sang murid datang dan melapor pada gurunya. “Guru,” katanya, “Semalam aku hanya sanggup menyelesaikan separuh dari Alquran itu.” “Engkau sungguh telah berbuat baik,” ujar sang Guru sembari menepuk pundaknya. “Nanti malam lakukan lagi dan kali ini hadirkan wajah para shahabat Nabi yang telah mendengar Alquran itu langsung dari Rasulullah. Bayangkanlah baik-baik bahwa mereka sedang mendengarkan dan memeriksa bacaanmu.”
Pagi-pagi buta, sang murid kembali menghadap dan mengadu. “Duh Guru,” keluhnya, “Semalam bahkan hanya sepertiga Alquran yang dapat aku lafalkan.”
“Alhamdulillah, engkau telah berbuat baik,” kata sang guru mengelus kepala si murid. “Nanti malam bacalah Alquran dengan lebih baik lagi, sebab yang akan hadir di hadapanmu untuk menyimak adalah Rasulullah SAW sendiri. Orang yang kepadanya Alquran diturunkan.''
Seusai shalat Shubuh, sang guru bertanya, “Bagaimana shalatmu semalam?” “Aku hanya mampu membaca satu juz, Guru,” kata si murid sambil mendesah, “Itu pun dengan susah payah.”
“Masya Allah,” kata sang Guru sambil memeluk sang murid dengan bangga. “Teruskan kebaikan itu, Nak. Dan nanti malam tolong hadirkan Allah di hadapanmu. Sungguh, selama ini pun sebenarnya Allah-lah yang mendengarkan bacaanmu. Allah yang telah menurunkan Alquran. Dia selalu hadir di dekatmu. Jikapun engkau tidak melihat-Nya, Dia pasti melihatmu. Ingat baik-baik. Hadirkan Allah, karena Dia mendengar dan menjawab apa yang engkau baca.”
Keesokan harinya, ternyata sang murid itu jatuh sakit. Sang Guru pun datang menjenguknya. “Ada apa denganmu?” tanya Sang Guru.
Sang murid berlinang air mata. “Demi Allah, wahai Guru,” ujarnya, “Semalam aku tak mampu menyelesaikan bacaanku. Hatta, cuma al-Fatihah pun tak sanggup aku menamatkannya. Ketika sampai pada ayat, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin” lidahku kelu. Aku merasa aku sedang berdusta. Di mulut aku ucapkan “Kepada-Mu ya Allah, aku menyembah” tapi jauh di dalam hatiku aku tahu, aku sering memperhatikan yang selain Dia. Ayat itu tak mau keluar dari lisanku. Aku menangis dan tetap saja tak mampu menyelesaikannya.”
“Nak...,” kata sang Guru sambil berlinang air mata, “Mulai hari ini engkaulah guruku. Dan sungguh aku ini muridmu. Ajarkan padaku apa yang telah kau peroleh. Sebab meski aku membimbingmu di jalan itu, aku sendiri belum pernah sampai pada puncak pemahaman yang kau dapat di hari ini. “
Bahkan kita pun belum sampai pada maqam seperti itu, tetapi kita punya kesempatan untuk sampai ke sana, dengan dasar suka. Pupuklah terus dan kita akan temukan dahsyatnya Quran, sebagaimana Allah firmankan;
{لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ} [الحشر: 21]
“Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk dan hancur berkeping-keping karena ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. “ (QS Al-Hasyr: 21)
Dan hati kita memang tak sebesar gunung, Insya Allah dengan guyuran Quran setiap hari akan semakin bersemi bibit keimanan dalam hati sebesar gunung yang terbesar di muka bumi ini.
SAPMB AJKH
Salam,