Rabu, 19 Maret 2014

Tetangga

 
عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْخُزَاعِيِّ، أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: "مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ، * سنن ابن ماجه ت الأرنؤوط (4/ 63
Dari Abu Syuraih al-Khuzai, bahwasanya Rasululloh SAW bersabda, ”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya. (Rowahu ibnu Majah (juz 4/63))
Bukan sanak, bukan saudara, bukan anak, juga bukan orang tua, tetangga punya kedudukan istimewa. Simak dalil di atas, redaksinya saja dimulai dengan kata, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, yang membuat bulu kuduk bergidik. Bagaimana tidak, salah memenej hubungan dengan tetangga ini, bisa melepaskan status keimanan. Kalau kita gak bisa baik dengan tetangga berarti kita orang yang tidak beriman kepada Allah dan juga tidak beriman kepada hari akhir. Padahal iman Allah dan hari akhir adalah rukun iman. Repot kan? Apalagi misalnya, tetangga yang bikin kita susah itu datangnya belakangan. Sudah orang baru, tapi blagu, sehingga mengusik zona nyaman kita. Tapi ternyata itu tak berlaku, tetap harus berbuat baik dan sebaik mungkin kepada tetangga.  Hadits di bawah ini menguatkan hadits di atas. Bahkan sampai tiga kali Nabi SAW menyebut status keimanan ini.
عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ أَنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم – قال "واللهِ لا يُؤْمِنُ، واللهِ لا يُؤْمِنُ، وَاللهِ لا يُؤْمِنُ  قيلَ: وَمَنْ يا رَسولَ اللهِ؟ قالَ "الَّذِي لا يأْمَنُ جارُهُ بَوائِقَهُ " مختصر صحيح الإمام البخاري (4/ 69)
Nabi SAW bersabda, ’Demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman.” Para Sahabat bertanya, ”Siapa ya Rasulullah?” Beliau SAW menjawab, ’Orang yang jika tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (Rowahu Bukhori (4/69)  
Saya sering diskusi dengan istri untuk meningkatkan mutualisme bertetangga ini. Ya, ternyata harus sering – sering, sebab ada pemahaman yang kadang bikin bingung. Misal, kan tetangga itu 40 rumah ke samping, depan dan belakang, terus kalau yang mau kita bagi gak cukup, ke mana dulu yang harus diberi? Apa gak usah diberi saja? Ntar busuk dong?  Begini, yang paling aman memang memberikan kepada semuanya. Ini jelas dan pasti gak ada konflik. Kalau yang dibagi terbatas, maka di hadits diterangkan untuk memberi ke tetangga yang paling dekat pintu rumahnya. Gak usah diukur pakai meteran. Kira – kira saja yang dekat dengan pintu rumah kita. Nah, kalau sekiranya ternyata tetangga yang dekat ini hidup berkecukupan, maka yang paling membutuhkan diantaranya.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي؟ قَالَ: (إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا)
Dari Aisyah r.a, aku bertanya kepada Nabi SAW, ’Ya Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, kepada siapa aku harus memberi? Baliau SAW menjawab, ”Kepada yang paling dekat pintu rumahnya darimu.” (Rowahu Bukhori di dalam Adabul Mufrod no 107, Jamius Shahih (2140), Ahmad (6/175) dan al-Baihaqi (7/28))

Dari Abdullah bin Musawir, ia berkata, aku mendengar Ibnu Abbas menyampaikan kepada Ibnu Zubair, ia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak termasuk orang iman, orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan.” (Rowahu At-Thabrani di dalam Mu’jam Alkabir (12/154), Al-Baihaqi (10/3), Abu Ya’la (5/92))
Dan yang penting juga agar kita bisa menghormat tetangga adalah tidak merasa hina terhadap sesutau yang kita bagi. Kadang kita merasa risih, apa mau ya mereka? Patokannya, jika itu yang kita makan dan dalam keadaan masih baik – tidak busuk – tidak usah minder. Kadang kita minder dan malas untuk dibagikan sehingga malah membusuk. Gak berkah kan? Bisa  mubadzir dan kena bendu tetangga.
Dari Abu Huroiroh ra, bahwasanya Nabi SAW bersabda, ”Wahai wanita muslimat, janganlah merasa rendah/hina untuk memberi hadiah kepada tetangga walau sekadar kikil kambing.” (Rowahu Bukhori (5671), Muslim di dalam bab az-Zakah (90))
Dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ”Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak kuah perbanyaklah airnya dan sisihkan/bagi – bagikan kepada tetangga – tetanggamu.” (Rowahu Muslim (2625), Ahmad (5/149))
Memang harus terus berimprovisasi dalam bertetangga ini. Tak lain karena adanya hak dan kewajiban di dalamnya yang harus kita ketahui dan jalankan. Gak boleh sembrono. Apalagi apatis. Jika sudah baik, tinggal memelihara. Dan memelihara pun perlu kehati – hatian, biar langgeng dan barokah.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " أَتَدْرُونَ مَا حَقُّ الْجَارِ؟ إِنِ اسْتَعَانَ بِكَ أَعَنْتَهُ، وَإِنِ اسْتَقْرَضَكَ أَقْرَضْتَهُ، وَإِنِ افْتَقَرَ عُدْتَ عَلَيْهِ، وَإِنِ مَرِضَ عُدْتَهُ، وَإِنْ مَاتَ اتَّبَعْتَ جَنَازَتَهُ، وَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ هَنَّأْتَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ مُصِيبَةٌ عَزَّيْتَهُ، وَلَا تَسْتَطِلْ عَلَيْهِ بِالْبِنَاءِ، فَتَحْجُبَ عَنْهُ  الرِّيحَ إِلَّا بِإِذْنِهِ، وَإِذَا اشْتَرَيْتَ فَاكِهَةً فَأَهْدِ لَهُ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَأَدْخِلْهَا سِرًّا، وَلَا يَخْرُجْ بِهَا وَلَدُكَ لِيَغِيظَ بِهِ وَلَدَهُ  * مكارم الأخلاق للخرائطي (ص: 95)

Suatu ketika Rasul SAW bertanya kepada para sahabat, "Tahukah kalian, apa saja yang menjadi hak-hak tetangga itu?" "Hanya Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu," jawab mereka.
Rasul lalu menjelaskan, "Hak-hak tetangga itu adalah: jika ia meminta pertolongan kepadamu, tolonglah dia; jika meminta pinjaman kepadamu, pinjamilah dia; jika meminta bantuan kepadamu, bantulah dia; jika ia sakit, jenguklah dia; jika ia memperoleh kebaikan atau kesuksesan, berilah ia ucapan selamat; jika ia mengalami musibah, berikanlah ta'ziyah (doa dan penghiburan); jika ia meninggal dunia, antarkanlah jenazahnya. Janganlah engkau meninggikan bangunan rumahmu sehingga menghalangi ventilasi udara tetanggamu tanpa seizinnya; janganlah pula engkau menyakitinya karena engkau memasak suatu makanan yang baunya dapat dirasakan oleh tetanggamu tanpa engkau memberi sebagiannya. Jika engkau membeli buah-buahan, berikanlah sebagian untuknya. Jika engkau tidak memberinya, maka bawalah masuk buah-buahan itu ke dalam rumahmu secara sembunyi-sembunyi. Dan janganlah anak-anakmu sampai membawa keluar rumah buah-buah itu, sehingga anak-anak tetanggamu menjadi tahu dan memicu kemarahan mereka." (HR Tabrani).
Hidup memang penuh dengan cobaan. Bisa datang dari anak, istri ataupun tetangga. Berbahagialah bagi mereka yang mempunyai tetangga yang baik. Tinggal memelihara saja. Seumpama belum, berusahalah bagaimana menciptakan kehidupan bertetangga yang baik. Jangan pernah menyerah.
Dari Nafi bin Abdul Harits, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ”Di antara kebahagiaan seorang muslim adalah tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang enak.” (Rowahu Bukhori dalam Adabul Mufrod hadits no 116).
SAPMB AJKH
salam,















Baca Quran

 

Apakah anda suka baca Quran? Jawabnya pasti suka. Apalagi mereka yang mengaku berpedoman Quran – hadits dalam beribadah ini. Membaca Quran adalah suatu kewajiban. Untuk mengerti. Sebagai obat hati. Penambah ketaqwaan. Penuntun keimanan. Walau tidak ada gambar di dalamnya, banyak yang membukanya. Walau hanya barisan huruf semata, banyak yang memelototinya. Siang - malam. Quran adalah kitab paling banyak dibaca dan dihafal di dunia ini melebihi buku atau kitab lainnya. Sayang kalau kita ketinggalan.

Berkaca dari bulan ramadhan yang lalu, seorang penasehat di malam pergantian tahun baru Hijriah iseng-iseng bertanya; ”Apakah Bapak – Ibu ada yang sudah mengkhatamkan kembali bacaan Quran 30 juz sampai sekarang? Setelah 3 bulan?”  Dari puluhan hadirin di majelis ta’lim itu tak ada yang angkat tangan. “Bukan yang baca Qulhu 3 kali lho ya?” sang penasehat memberikan penjelasan.  Tak satu pun. Ya, kebanyakan kita hanya suka, tapi tak melakukan apa-apa. Hanya suka saja. Setidaknya suka melihat orang baca Quran.

Beruntunglah bagi hati yang masih memiliki rasa suka itu. Sebab tidak termasuk dalam golongan yang kelima.

Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya: ”Jadikanlah dirimu orang alim (berilmu) atau orang yang menuntut ilmu atau orang yang selalu mendengar pengajaran atau orang yang senang  (dengan tiga golongan yang tersebut) dan janganlah engkau menjadi golongan yang kelima, yang karenanya (benci) engkau akan binasa.” (Riwayat al-Bazzar).

Tetapi berhati-hatilah dengan rasa suka atau senang itu, salah-salah bisa jatuh kepada golongan kelima: yaitu orang yang benci Quran. Sebab banyak orang yang merasa kesusahan untuk bisa baca Quran. Banyak yang gak sabar untuk bisa baca Quran dengan tartil. Tapi teruskanlah, jangan hilangkan rasa suka itu menjadi benci.

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ} [يونس: 57]

Allah berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus:57)

Terkisah dalam Futuhat al-Makkiyah, karya Ibnu Arabi, seorang murid menemui gurunya dalam keadaan pucat pasi. “Wahai Guru, semalam aku mengkhatamkan Alquran dalam shalat malamku.

Sang Guru tersenyum. “Bagus Nak. Nanti tolong hadirkan bayangan diriku di hadapanmu saat kau baca Alquran itu. Rasakanlah seolah-olah aku sedang menyimak apa yang engkau baca.”
Esok harinya, sang murid datang dan melapor pada gurunya. “Guru,”  katanya, “Semalam aku hanya sanggup menyelesaikan separuh dari Alquran itu.” “Engkau sungguh telah berbuat baik,” ujar sang Guru sembari menepuk pundaknya. “Nanti malam lakukan lagi dan kali ini hadirkan wajah para shahabat Nabi yang telah mendengar Alquran itu langsung dari Rasulullah. Bayangkanlah baik-baik bahwa mereka sedang mendengarkan dan memeriksa bacaanmu.”
Pagi-pagi buta, sang murid kembali menghadap dan mengadu. “Duh Guru,” keluhnya, “Semalam bahkan hanya sepertiga Alquran yang dapat aku lafalkan.
Alhamdulillah, engkau telah berbuat baik,” kata sang guru mengelus kepala si murid. “Nanti malam bacalah Alquran dengan lebih baik lagi, sebab yang akan hadir di hadapanmu untuk menyimak adalah Rasulullah SAW sendiri. Orang yang kepadanya Alquran diturunkan.''
Seusai shalat Shubuh, sang guru bertanya, “Bagaimana shalatmu semalam?” “Aku hanya mampu membaca satu juz, Guru,” kata si murid sambil mendesah, “Itu pun dengan susah payah.”
Masya Allah,” kata sang Guru sambil memeluk sang murid dengan bangga. “Teruskan kebaikan itu, Nak. Dan nanti malam tolong hadirkan Allah di hadapanmu. Sungguh, selama ini pun sebenarnya Allah-lah  yang mendengarkan bacaanmu. Allah yang telah menurunkan Alquran. Dia selalu hadir di dekatmu. Jikapun engkau tidak melihat-Nya, Dia pasti melihatmu. Ingat baik-baik. Hadirkan Allah, karena Dia mendengar dan menjawab apa yang engkau baca.”
Keesokan harinya, ternyata sang murid itu jatuh sakit. Sang Guru pun datang menjenguknya. “Ada apa denganmu?” tanya Sang Guru.

Sang murid berlinang air mata. “Demi Allah, wahai Guru,” ujarnya, “Semalam aku tak mampu menyelesaikan bacaanku. Hatta, cuma al-Fatihah pun tak sanggup aku menamatkannya. Ketika sampai pada ayat, “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin” lidahku kelu. Aku merasa aku sedang berdusta. Di mulut aku ucapkan “Kepada-Mu ya Allah, aku menyembah” tapi jauh di dalam hatiku aku tahu, aku sering memperhatikan yang selain Dia. Ayat itu tak mau keluar dari lisanku. Aku menangis dan tetap saja tak mampu menyelesaikannya.”
Nak...,” kata sang Guru sambil berlinang air mata, “Mulai hari ini engkaulah guruku. Dan sungguh aku ini muridmu. Ajarkan padaku apa yang telah kau peroleh. Sebab meski aku membimbingmu di jalan itu, aku sendiri belum pernah sampai pada puncak pemahaman yang kau dapat di hari ini.
Bahkan kita pun belum sampai pada maqam seperti itu, tetapi kita punya kesempatan untuk sampai ke sana, dengan dasar suka. Pupuklah terus dan kita akan temukan dahsyatnya Quran, sebagaimana Allah firmankan;

{لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ} [الحشر: 21]

“Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk dan hancur berkeping-keping  karena ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. “ (QS Al-Hasyr: 21)

Dan hati kita memang tak sebesar gunung, Insya Allah dengan guyuran Quran setiap hari akan semakin bersemi bibit keimanan dalam hati sebesar gunung yang terbesar di muka bumi ini.

SAPMB AJKH

Salam,